Vertikultur

          Di zaman yang sudah cukup modern, sebagian penduduk Indonesia banyak yang lebih memilih pindah hidup ke kota-kota besar guna merantau dan tentunya harus meninggalkan wilayah pedesaan asal mereka masing-masing. Di samping itu, perkembangan zaman juga berdampak pada perkembangan manusia yang sangat berpengaruh pula terhadap kebutuhan makanan. Semakin lama, semakin banyak orang dan semakin banyak kebutuhan pangan. Soal kebutuhan pangan erat kaitannya dengan budidaya pertanian. Hal ini merupakan salah satu sebab warga Indonesia khususnya yang masih bertempat tinggal di wilayah desa lebih memilih membudidayakan kebutuhan pangannya dengan sendirinya seperti padi, wortel, bayam, dan lain-lain. Kegiatan ini juga didukung oleh adanya lahan yang mencukupi untuk dijadikan tempat membudidayakan tanaman terutama sayur-sayuran. Lalu, bagaimana nasib para perantau yang tinggal di kota-kota besar? Tidak sedikit dari perantau-perantau tersebut yang menginginkan budidaya tanaman seperti di pedesaan. Namun, tidak sedikit pula dari mereka yang mendapat kendala yaitu berupa lahan sempit. Hal ini dikarenakan tanah-tanah di kota besar telah banyak dibangun bangunan-bangunan dan jarak antara bangunan satu dengan yang lain cukup kecil. Bagaimana solusi untuk permasalahan tersebut? Yak! Vertikultur! Teknologi budidaya tanaman yang sangat cocok untuk diaplikasikan di lahan-lahan sempit.

         Vertikultur merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Inggris dan terdiri dari dua buah kata yaitu vertical dan culture. Vertical berarti vertikal atau tegak lurus, sedangkan culture berarti budaya atau budidaya. Secara gampangnya, vertikultur dapat diartikan sebagai terknik budidaya tanaman secara vertikal di ruang yang sempit. Dengan begitu, penggunaan vertikultur dapat digunakan sebagai cara bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan yang ada dengan lebih optimal terutama di lahan yang tergolong sempit. Dengan penggolongan cocok pada lahan yang sempit, maka vertikultur ini sangat cocok di tanam oleh orang-orang yang tinggal di kota-kota besar. Tanaman yang biasa di tanam pada budidaya tanaman secara vertikultur yaitu tanaman yang tergolong dalam tanaman semusim ataupun tanaman yang berumur pendek. Namun, kebanyakan dari budidaya tanaman yang dilakukan secara vertikultur lebih sering memakai tanaman yang tergolong dalam sayuran seperti seledri, selada, kemangi, bayam, kangkung, sawi, dan lain-lain. Namun, tidak sedikit pula para pembudidaya tanaman vertikultur memanfaatkan teknologi tersebut untuk menanam tanaman obat ataupun tanamn hias (Masfikr, 2018).

         Budidaya tanaman secara vertikultur juga dapat dikatakan memiliki sekian banyak keuntungan diantaranya ialah ia tidak membutuhkan lahan yang luas hal ini karena vertikultur dapat disusun sesuai ruang yang tersisa, bahkan vertikultur dapat diletakkan di teras rumah ataupun di gantung guna menghindari kerusakan-kerusakan. Selain itu, vertikultur juga merupakan salah satu aspek yang mendukung pertanian organik. Mengapa? Karena biasanya pada penggunaan budidaya vertikultur hanya memakai pupuk organik seperti pupuk kandang dengan dosis yang sesuai dengan keinginan dan dapat di kontrol. Pegendalian hama yang dilakukan pun dapat dikelola secara mekanik. Dengan budidaya secara vertikultur juga dapat dikatakan dapat menghasilkan hasil yang kebih berkualitas dan higienis. Dapat dikatakan demikian karena kita dapat mengontrolnya lebih mudah dan juga dapat merawatnya setiap hari tanpa harus mengecek lahan yang cukup luas. Selain itu pemeliharaan pada vertikultur lebih mudah dan lebih hemat karena lebih mudah dalam pengawasan dan dapat mengurangi proses penyiangan. Hal ini karena penanaman vertikultur yang dilakukan secara vertikal dapat mencegah tumbuhnya gulma. Selain itu pengendalian secara mekanik maka tidak memerlukan pestisida ataupun pupuk-pupuk kimia lainnya, dalam penyiraman juga hanya perlu disemprot atau disiram secukupnya.

          Vertikultur juga dapat dipindah-pindahkan dengan mudah sesuai dengan tata ruang yang kita inginkan karena bentuknya yang cukup minimalis. Dengan bentuknya yang estetika, maka tak jarang vertikultur juga dapat dijadikan sebagai hiasan cafe-cafe kekinian ataupun hanya untuk hiasan rumah (Arinda Dwi, 2018). Bahan yang dapat digunakan sebagai wadah media tanam pada vertikultur ialah berupa pipa pralon, botol bekas, maupun bambu (Masfikr, 2018). Cara pembutan vertikultur ini sendiri dapat diawali dengan persiapan alat dan bahan. Alat dan bahan yang diperlukan ialah :

  1. Pipa paralon baik bekas ataupun baru dengan ukuran minimal 5 inch
  2. Media tanam (campuran tanah, kompos, dan pupuk kandang dengan berbandingan 1:1)
  3. Gergaji besi
  4. Benih dengan kualitas unggul
  5. Air bersih
  6. Pupuk organik (kandang/kompos)

         Apabila alat dan bahan yang diperlukan sudah lengkap tersedia maka tahapan selanjutnya ialah proses pembuatan instalasi. Proses ini diawali dengan pemotongan pipa paralon bekas menggunakan gergaji besi dengan ukuran 1-1,5 meter. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam menggunakan gerendo ataupun dapat memanfaatkan kaleng susu bekas yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dan kemudian ditempelkan ke paralon. Pemasangan lubang juga disesuaikan dengan tanaman yang akan ditanam. Hal ini dikarenakan akan menentukan bagaimana penempatan vertikultur itu sendiri. Apabila digunakan untuk menanam cabai maka lubang dibuat tegak, beda halnya apabila digunakan untuk menanam sayuran biasa maka lubang dibuat tidur/horizontal yang kemudian pada bagian ujungnya ditutup agar media tidak tumpah.

          Tahapan selanjutnya ialah penyiapan bahan tanam. Tahapan ini cukup penting karena menentukan bagaimana keberhasilan vertikultur ini. Untuk bahan tanam berupa sayuran daun seperti kangkung atau bayam dapat langsung ditanam, namun apabila sawi, pakcoy, ataupun selada harus disemai terlebih dahulu lalu apabila umur sudah cukup dipindahkan secara hatihati tanpa mematahkan bagian tanaman ataupun akar. Untuk pembelian benih dapat diperhatikan tanggal kadaluwarsa dan belilah di toko pertanian yang telah terpercaya. Pada saat melakukan penanaman, caranya cukup mudah yaitu tinggal menanamkan bibit maupun benih tanaman ke dalam paralon atau botol maupun bambu yang telah diisi oleh tanah yang telah dicampur dengan pupuk organik. Saat setelah di tanam apabila dalam perkembangannya ada satu atau dua benih atau bibit yng tidak tumbuh dengan optimal ataupun mati maka dapat segera disulam. Hal ini ditujukan agar umur tanaman tersebutseragam sehingga proses pemanenan dapat dilakukan bersamaan (Puput Purwanti, 2018).

     Puput Purwanti (2018) juga mengemukakan bahwa pada proses perawatan dan penanaman perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya ialah pada proses penyiraman dapat dilakukan secara rutin. Hal ini dikarenakan air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang utama bagi tanaman. Penyiraman dapat dilakukan kisaran dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Namun, penyiraman dapat ditingkatkan intensitasnya apabila tanaman dirasa memerlukan air berlebih. Proses selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah pemupukan. Proses pemupukan dilakukan pada saat sebelum tanaman di tanam. Pupuk yang digunakan yaitu dapat berupa pupuk kompos atau kandang dengan perbandingan dengan tanah yaitu 1 : 1.

            Pengendalian hama dan penyakit juga perlu dilakukan pada budidaya vertikultur. Hal ini dikarenakan aspek tersebut dapat mengganggu pertumbuhan tanaman yang dapat berimbas pada kegagalan panen. Untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman pada vertikultur dapat dilakukan dengan menggunakan bahan alami dan dilaukan secara manual dengan cara meningkitkan hama ataupun tanaman yang telah terinfeksi penyakit. Tahapan selanjutnya ialah pada saat panen dan pasca panen. Pada saat pemanenan kita dapat melihat seberapa besar budidaya yang telah dilakukan itu berhasil. Pemanenan dapat dilakukan dengan menyesuaikan tanaman yang ditanam. Hal ini dikarenakan setiap tanaman memiliki siklus tanam yang berbeda-beda. Pemanenan biasanya dilakukan dengan cara sistem cabut akar (sawi, bayam, seledri, kemangi, kangkung, selada, dll.). untuk pascapanen, apabila tanaman budidaya yang dibudidayakan banyak maka dapat dijual secara online. Hal ini dikarenakan pada pasar tradisional masih menolak dikarenakan harganya yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan penanaman secara konvensional. Namun, apabila kuantitasnya cukup kecil maka dapat dilakukan pengonsumsian secara peribadi atau rumahan (Betty Mailina, dkk., 2016).

Sumber: Ainunnisa’

Tentang Penulis

Himagro UMY merupakan organisasi semi independen dan berhaluan non-politik praktis yang didirikan pada tanggal 29 April 1988

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *